Kamis, 05 Januari 2012

bunda,, mandikan akuu


Sentuh aku bunda!!
Sentuh aku dengan tangan hangat DAN lembutmu
MANDIKAN AKU BUNDA ,““!!!!
WALAW HANYA SEKALIL.

novtri, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini ber otak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas ia meraih kesuksesan yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda,novtri termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.
Berikutnya, novtri mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Alifya arzahra, buah cinta mereka, lahir ketika novtri diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami nya meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putri mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.
Ketika Alifya, panggilan puterinya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alifya terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? '' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.
Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alifya besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alifya, ibunya novtri, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Alifya berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alifya. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata novtri, ia tak lagi merengek minta adik. Alifya, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur novtri, Alifya selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, novtri menyapanya ''malaikat sinar kecilku''.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alifya tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.
Suatu hari, menjelang novtri berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alifya ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan saja novtri yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alifya sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alifya agar mau mandi dengan Tante lia, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alifya dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.
Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, novtri dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alifya bisa ditinggal juga.
Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya lia, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alifya demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah swt sudah punya rencana lain. Alifya, si malaikat sinar kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
novtri, ketika diberi tahu soal Alifya, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alifya mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.
Dan siang itu, janji novtri terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan novtrii menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali novtri, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam saja.
Rasanya novtri memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut novtri, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba novtri berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan novtri menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..''novtri merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alifys. Senja pun makin tua.









“bunda , aku tak pernah meminta sesuatu yang membuatmu telat untuk pergi ke kantorr
Ddan aku gak pernah merengek ketika bunda dan ayah pulang darii kerja atau aku gak pernah meminta ayah atau bunda untk menemani alifya tidur sambil membacakan donggengg ,, tapii kenapa bunda dan ayah gak mau memandikan alifya meskipun sekali’’ sekali sajjaa!!!
Bunda aku sayang bunda dan ayah’’
Oh..ya bunda nanati jika alifya udah pergi jauhh ,, alifya punya permintaan
Alifya ingin ada penganti alifya di rumah
Jika adik ku nanati perempuan sama dengan alifya beri namanya
“arsya arzahra”
Jika adik ku nanti cowok terserah dengan ayah sajaa...





Untuk mu bunda dan ayahku tersayangg
  Alifya arzahraa.. J







                                                                                                                                                                     Trii NOveM wIJAyaNTII




        




















Rabu, 21 Desember 2011

apapun itu dan bagaimana pun "itulah yang terbaik dan terindah"

Tubuh Mungil Itu Mengharap Surga


Tubuh mungil itupun  terjerembab jatuh setelah didorong bapaknya yang sedang kesetanan. Tidak puas
melihat anaknya menahan tangis, tongkat sapu pun dilayangkan hingga mengenai
pantat anak kecil yang baru 6 tahun itu. Tiga pukulan yang keras akhirnya
membuat tangis anak itu menggelegar. Tubuhnya terguncang menahan sakit dan
tangisnya terdengar pilu. Setelah puas melihat anaknya menangis, sang bapakpun
berkata dengan kasar:
”Kenapa Ilman mencuri uang bapak?
Untuk apa uang 50 ribu itu? Bukankah selama ini Ilman diberi sehari 5 ribu untuk
jajan di sekolah? Sementara anak lain tidak ada yang diberikan sebanyak itu.
Setiap tahun Ilman diberikan baju, tas, sepatu dan semua kebutuhan. Bapak
bekerja siang dan malam untukmu Man!!!!”

Anak ini hanya bisa menangis tersedu. Dia tidak mampu menjawab pertanyaan dan kemarahan bapak
yang dicintainya. Dia hanya bisa merintih menahan sakit di bagian kepala yang
baru saja terbentur. Suasanapun berangsur mereda dan menjadi sunyi. Namun,
tiba-tiba saja dari ruang tengah berdering telepon. Sang bapak yang sudah
terlihat capek ini perlahan mendekati gagang telepon.
Dikejauhan terdengar suara
perempuan. Ternyata, ia adalah ibu guru anak ini. Setelah basa-basi sebentar bu
gurupun bercerita,

”Bagaimana si Ilman pak?
Maaf saya menelpon bapak karena ada hal penting yang perlu bapak ketahui. Akhir-akhir ini si Ilman terlihat
murung. Kira-kira sudah satu minggu ini. Tadi pagi dia datang menemui saya. Dia
mengemukakan kebingungannya. Ia mengaku telah mencuri uang bapak. Dan saya lihat
uang yang dicuri 50 ribu rupiah. Dia bertanya apakah itu berdosa. Saya mengatakan bahwa itu dilarang
agama. Kemudian dia mengeluarkan uang sebanyak 30 ribu rupiah dari tasnya.
Sayapun kaget dan bertanya apakah itu hasil dari mencuri. Dia menggelengkan
kepala dan mengatakan tidak. Uang itu dikumpulkan dari uang jajan yang bapak
berikan setiap hari. Jadi, selama ini dia tidak jajan selama seminggu.

Yang membuat saya iba dan sedih ketika Ilman bertanya apakah uang yang ia kumpulkan ini cukup untuk pergi ke
Surga? Saya tanya kenapa? Katanya ia ingin bertemu ibunya yang sekarang di
surga. Ia kangen sama ibu Pak. Ia ingin seperti teman-temanya yang masih bisa
berkumpul dengan kedua orang tuanya. Ia kangen sekali sama ibu Pak. Kata Ilman
ibunya telah menghilang setelah ketemu terakhir di rumah
sakit. Maaf.....”.
Telpon itupun terputus.. Tidak kuat
menahan tangis sang bapak berlari menuju Tubuh mungil itu. Tubuh kecil itupun
diangkat dengan penuh kasih. Namun takdir berbicara lain, anak itu telah
menyusul ibunya di surga....     

                                         
                                                   By;tri novem wijayant